Senin, 26 Desember 2011

Materi Sembarang.. hehehe

NOW, lets talk about disinfection. i wrote it not only from one source which unfortunately i forgot the sources.. hehehe... but, the bigline (maksudnya garis besar.. whahahahaha... inggris asal) of the disinfection is about like this. hope this article help you out.

Disinfection is the destruction of pathogenic and other kinds of microorganisms by physical or chemical means.

Disinfectants

are chemical substances used to destroy viruses and microbes (germs), such as bacteria and fungi, as opposed to an antiseptic which can prevent the growth and reproduction of various microorganisms, but does not destroy them.

The ideal disinfectant

a. would offer complete sterilization,

b. without harming other forms of life,

c. be inexpensive, and non-corrosive.

Unfortunately ideal disinfectants do not exist. Many disinfectants are only able to partially sterilize. The most resistant pathogens are bacteria spores but some viruses and bacteria are also highly resistant to many disinfectants.

The choice of the disinfectant to be used depends on the particular situation. Some disinfectants have a wide spectrum (kill nearly all microorganisms). (In the UK there was a long running advert for Domestos bleach in which it was claimed that "Domestos kills all known germs Dead!").

Others kill a smaller range of disease-causing organisms but are preferred for other properties (they may not be corrosive, and relatively non-toxic to humans).

A note on terminology

Disinfectants destroy vegetative microbes (bacteria, fungi) and viruses on surfaces, medical equipment and other man-made objects.

Antiseptics disinfect skin.

Antibiotics either kill or interfere with the life cycle of bacteria inside the body. Substances which kill bacteria are said to have a bactericidal effect, while those which interfere with cell growth and reproduction are said to be bacteriostatic.

Disinfectants and antiseptics are bactericidal (some disinfectants are bacteriostatic at low concentrations): antibiotics can be either bactericidal or bacteriostatic.

Common disinfectants

  • Chlorine – Used to disinfect swimming pools, and is added in small quantities to drinking water to reduce waterborne diseases.
  • Chloramine – Used in drinking water treatment instead of chlorine because it produces less disinfection byproducts.
  • Chlorine dioxide – Used as an advanced disinfectant for drinking water to reduce waterborne diseases. In certain parts of the world, it has largely replaced chlorine because it forms fewer byproducts.
  • Dettol – Used to disinfect surfaces at home. It kills the majority of bacteria. It is one of the few disinfectants useful against viruses.
  • Sodium chlorite, sodium chlorate, and potassium chlorate have little disinfection effect but are used as precursors for generating chlorine dioxide.
  • Alcohol – Usually ethanol or isopropanol – Wiped over benches and skin and allowed to evaporate for quick disinfection. Alcohols are more effective combined with water, 70% alcohol is more active than 95% alcohol. Alcohol is not effective against bacterial spores.
  • Hydrogen peroxide – Used in hospitals to disinfect surfaces. It is sometimes mixed withcolloidal silver. It is often preferred because it causes far fewer allergic reactions than alternative disinfectants. Also used in the food packaging industry to disinfect foil containers. A 3% solution is also used as an antiseptic. When hydrogen peroxide comes into contact with the catalase enzyme in cells it is broken down into water and oxygen. It is the oxygen that kills bacteria. However, as recent studies have show hydrogen peroxide to be toxic to growing cells as well as bacteria, its use as an antiseptic is no longer recommended.
  • Iodine – Usually dissolved in an organic solvent or as Lugol's iodine solution. It is used in the poultry industry. It is added to the birds' drinking water. Iodine is rapidly neutralised by the presence of organic material, so surfaces must be cleaned prior to disinfection. Although no longer recommended because it increases scar tissue formation and increases healing time, tincture of iodine has also been used as an antiseptic for skin cuts and scrapes.
  • Ozone – a gas that can be added to water for sanitation.
  • Phenol and other phenolics – The active ingredient in most bottles of "household disinfectant". It is also to found in some mouthwashes and in disinfectant soap and handwashes. Phenol is probably the oldest disinfectant (used by Lister) and was called carbolic acid in the early days of antiseptics. Phenol is rather corrosive to the skin and sometimes toxic to sensitive people, so the somewhat less corrosive substitute phenolico-phenylphenol is often used as part of a disinfectant formula. Hexachlorophene is a phenolic which was once used as a germicidal additive to some household products but was banned due to suspected harmful effects.
  • Potassium permanganate – Formula KMnO4. Red Crystalline powder. Colours everything it touches. Used to disinfect aquariums. It is also used widely in community swimming pools to disinfect ones feet before entering the pool. Typically, a large shallow basin of KMnO4/water solution is kept near the pool ladder. Participants are required to step in the basin and then go into the pool. It is also used widely to disinfect community water ponds and wells in Tropical countires. It is also used to disinfect the mouth before pulling out teeth. It can be applied to wounds in dilute solution. KMnO4 is a very useful Disinfectant.

Materi OM-Sifilis

ada beberapa ilmu oral medicine yang ingin aku sharingkan disini.. hehehe.. kenapa eh kenapaa?? kenapa kok milihnya OM?hehe.. karena OM sngat berkesan bagiku.. wkwkkw.. ya pokoknya begitu deh. Lanjoooott!!

oke, ini adalah beberapa analsis hasil pemikiran saat PBL-kasus OM sekitar 4 tahun yang lalu. hahahha.. basi ya? tapi semoga bisa bermanfaat..

Sifilis

Sifilis mempunyai nama lain Great Pox, lues venereum, dan morbus gallicus. Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan akuisita (dapatan). Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis dini (sebelum 2 tahun), lanjut (setelah 2 tahun), dan stigmata. Sifilis akuisita dapat dibagi menurut 2 cara, yaitu secara klinik dan epidemiologik. Menurut klinis sifilis dibagi menjadi 3 stadium: stadium I, stadium II, dan stadium III. Secara epidemiologik WHO dibagi menjadi: stadium dini menular (dalam dua tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium I (9-90 hari), stadium II (6 minggu-6 bulan atau 4-6 bulan setelah muncul lesi primer), dan stadium laten dini (dalam dua tahun infeksi). Stadium lanjut tak menular (setelah 2 tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut (lebih dari 2 tahun), dan stadium III (3-20 tahun) (Liu, P., 2009).

Morfologi

Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum,Treponema pallidum pertenue, Treponema pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum. Tulisan ini akan membahas Treponema pallidum pallidum yang merupakan penyebab sifilis (William, 2000).

Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan. Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum pallidum bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa (Brown dan Frank, 2003).

Definisi

Penyakit infeksi akut, subakut, atau kronik yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, biasanya didapat melalui kontak seksual dengan orang yang terinfeksi (Anonim, 2001)

Patologi dan Penyebab

T. pallidum dapat berpenetrasi melalui mukosa normal dan abrasi ringan pada epitel.Treponema pallidum lambata berkembang biak dari lesi patologik primer yang merupakan endartitis fokal. Inflamasi terbentuk sekitar pembuluh darah yang terserang, lumen mengalami obliterasi, dan menyembuh dengan banyak fibrosis. Reaksi granulomatosa sering ditemukan pada sifilis sekunder dan lanjut. Respon penderita terhadap infeksi berupa antibodi yang banyak (Brown dan Frank, 2003)

Gejala dan Tanda

Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ tubuh yang berbeda-beda pula.

Stadium awal: Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum. Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi (Brown dan Frank, 2003).

Stadium sekunder: Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II. Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh. Juga dapat disertai demam ringan, sakit kepala, malaise, limfadenopati menyeluruh, dan ruam mukokutan. Hepatitis mungkin terjadi; kondiloma lata mungkin timbul pada tempat yang lembab dan hangat seperti pada perineum; kira-kira 30% penderita menunjukkan bercak pada mukosa, berupa membran putih kelabu, berbentuk oval dan agak menonjol pada mulut, atau lidah yang seperti kondilomata, sangat menular (Brown dan Frank, 2003).

Stadium laten: setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten, dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini dapat berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius kembali muncul (Brown dan Frank, 2003).

Stadium III: Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru, testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri. Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis (pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah 10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut) (Brown dan Frank, 2003).

Sifilis kardiovaskuler

Terjadi insufisiensi aorta atau aneurisma aorta

Neurosifilis

Asimtomatik (tes serologik positif pada cairan serebrospinalis tanpa tanda-tanda dan gejala penyakit neurologik). Meningovaskular: meningitis aseptik akut atau subakut, tanda dan gejala trombosis kardiovaskular dan infark, kumpulan saraf kranial, dan mielitis transversa mungkin ditemukan. Tabes dorsalis penyakit degeneratif yang lambat tapi progresif menyerang kolumna posterior dan medula spinalis dengan akibat hilangnya refleks perifer, gangguan rasa getaran dan posisi, ataksia progresif; mungkin timbul sendi Charcot, melibatkan mata atrofi nervus optikus, dan pupil Argyll-Robertson mungkin ditemukan. Paresis umum: meningoensefalitis kronik dengan akibat hilangnya fungsi korteks yang progresif, mudah tersinggung, pelupa, gelisah, dan delusi dalam derajat yang bervariasi (Oswari, 1995).

Sifilis kongenital

Ibu dapat menularkan pada fetus, terutama pada kehamilan yang terjadi dalam 5 tahun sejak permulaan infeksi. Infeksi maternal yang tidak diobati mungkin menyebabkan lahir mati, kematian neonatus, prematuritas, atau sindrom sifilis kongenital dini atau lanjut pada bayi-bayi yang bertahan hidup (Oswari, 1995).

Pemeriksaan Khusus

Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer, dan menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya VDRL (Venereal Disease Research Laboratory), RPR (Rapid Plasma Reagin), dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan TPI (Imobilisasi T. Pallidum). Selain itu, dapat juga digunakan tes Fluorescent Treponemal Absorption Antibody (FTA-ABS) danMicrobernagglutination Assay for T. Pallidum (MHA-TR).Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih bermakna dalam membantu diagnosis (Brown dan Frank, 2003).

1. Tes RPR

Sampel: darah dan serum

Dasar: mencari antibodi nonspesifik di dalam darah pasien yang dicurigai mengandung T. Pallidum yang menyebabkan sifilis dengan bantuan partikel karbon. Antibodi yang diteliti merupakan antibodi yang melawan substansi atau bahan yang dilepaskan oleh sel yang rusak oleh bakteri T. Pallidum (Brown dan Frank, 2003).

2. Tes VDRL

Sampel: darah dan cairan serebrospinal

Dasar: adanya antibodi yang dihasilkan oleh tubuh penderita positif sifilis bereaksi dengan ekstrak difosfatidil gliserol, sehingga memunculkan antibodi antikardiolipin (IgG, IgM) (Brown dan Frank, 2003).

Hasil positif palsu pada VDRL seperti infeksi virus (mononukleosis, hepatitis), pengaruh obat-obatan, kehamilan, demam rematik, artritis reumatoid, lupus, dan lepra.

3. Uji Wasserman

Sampel: darah dan cairan serebrospinal

Dasar: reaksi sampel dengan antigen cardiolipin yang diekstrak dari otot jantung sapi. Antibodi sifilis akan bereaksi dengan lipid sehingga akan memunculkan reaksi Wasserman dari antifosfolipid antibodi (APA). Hasil positif palsu tampak pada malaria dan tuberculosis (Brown dan Frank, 2003)

4. Tes FTA-Abs

Sampel: darah dan cairan serebrospinal

Dasar: ikatan antibodi serum pasien terhadap Treponema yang tampak dalam kaca mikroskop. FTA-Abs merupakan pemeriksaan paling spesifik untuk sifilis. Anti-human immonuglobulin berupa fluorescen isothiocyanate (FITC) ditambahkan dalam penampang dan dikombinasikan dengan antinodi pasien yang terikat pada substrat T. Pallidum. Anti-human immunoglobulin tersebut akan bereaksi dengan antibodi yang terdapat pada serum positif, dan hasil positif akan tampak pada visualisasi menggunakan mikroskop floresensi. Intensitas warna dinilai dalam skala dari negatif (tanpa fluorescen), 1+ hingga 4+. Jika hasil fluoresensi 1+, maka pemeriksaan harus diulang (Brown dan Frank, 2003)

Positif palsu akut (kurang dari 6 bulan) berhubungan dengan keadaan demam dan imunisasi. Positif palsu kronik berhubungan dengan berbagai kondisi gangguan autoimun seperti systemic lupus erythematous, penggunaan obat-obatan intravena, penyakit hepar kronik, dan infeksi.

Pengobatan

Sifilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun), obat pilihan adalah penicillin G Benzathine 2,4 juta unit IM satu kali; atau penicillin G Procain, 600.000 unit IM tiap hari selama 8 hari.

Sifilis laten lanjut (lamanya lebih dari 1 tahun) dan sifilis kardiovaskular, obat pilihan adalah penicillin G procain, 600.000 unit tiap hari selama 15 hari, atau penicillin G Benzathine, 2,4 juta unit IM tiap minggu selama 3 minggu.

Neurosifilis, menggunakan penicillin G crystalline, 2,4 juta unit IV tiap 4 jam selama 10 hari; atau penicillin G Procain, 1,2 juta unit IM tiap hari selama 15 hari.

Untuk sifilis kongenital dengan cairan serebrospinalis normal: penicillin G benzathine, 5000 unit/kg IM diberikan sekali; bila cairan serebrospinalis abnornal, penicillin G crystalline, 25.000 unit/kg IM atau IV 2 kali sehari untuk paling sedikit 10 hari; atau penicillin G procain, 50.000 unit/kg IM satu kali sehari paling sedikit 10 hari

Penderita yang sensitif terhadap penicillin, untuk semua jenis: tetracycline 500 mg peroral 4 kali sehari selama 15 hari; atau erythromycin, 500 mg 4 kali sehari peroral untuk 15 hari, merupakan terapi pengganti yang adekuat (Brown dan Frank, 2003).

Referensi- sengaja tidak dicantumkan.

Sabtu, 24 Desember 2011

TENTANG: HOBI #3

HELLO December!!!
it's raining everyday.. and getting colder than november.. brrr.. hehehe.. i type this blog with a double shirt and blanket cover up my whole body. hahaha..
wanna share some hobby of me.. singing session! hehehe.. we formed a vocal group due for competition in dies natalis UGM 2011 last november at Grha Shaba Pramana. It's been a hard time to get harmonized each other and arranged the song. But all of us love to do it so in the end everything's going well.. hehe..
the name of member from left to right are: drg.Apreka Tigor-Kandhita Rechta-Fazlur Rahman (pianist)-Rakhmalita-drg.Cendrawasih (manager)-Irin Rizka-Budi Utomo- Christiani-Christandi Prana

-a momment to remember-