Senin, 26 Desember 2011

Materi OM-Sifilis

ada beberapa ilmu oral medicine yang ingin aku sharingkan disini.. hehehe.. kenapa eh kenapaa?? kenapa kok milihnya OM?hehe.. karena OM sngat berkesan bagiku.. wkwkkw.. ya pokoknya begitu deh. Lanjoooott!!

oke, ini adalah beberapa analsis hasil pemikiran saat PBL-kasus OM sekitar 4 tahun yang lalu. hahahha.. basi ya? tapi semoga bisa bermanfaat..

Sifilis

Sifilis mempunyai nama lain Great Pox, lues venereum, dan morbus gallicus. Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan akuisita (dapatan). Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis dini (sebelum 2 tahun), lanjut (setelah 2 tahun), dan stigmata. Sifilis akuisita dapat dibagi menurut 2 cara, yaitu secara klinik dan epidemiologik. Menurut klinis sifilis dibagi menjadi 3 stadium: stadium I, stadium II, dan stadium III. Secara epidemiologik WHO dibagi menjadi: stadium dini menular (dalam dua tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium I (9-90 hari), stadium II (6 minggu-6 bulan atau 4-6 bulan setelah muncul lesi primer), dan stadium laten dini (dalam dua tahun infeksi). Stadium lanjut tak menular (setelah 2 tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut (lebih dari 2 tahun), dan stadium III (3-20 tahun) (Liu, P., 2009).

Morfologi

Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum,Treponema pallidum pertenue, Treponema pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum. Tulisan ini akan membahas Treponema pallidum pallidum yang merupakan penyebab sifilis (William, 2000).

Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan. Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum pallidum bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa (Brown dan Frank, 2003).

Definisi

Penyakit infeksi akut, subakut, atau kronik yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, biasanya didapat melalui kontak seksual dengan orang yang terinfeksi (Anonim, 2001)

Patologi dan Penyebab

T. pallidum dapat berpenetrasi melalui mukosa normal dan abrasi ringan pada epitel.Treponema pallidum lambata berkembang biak dari lesi patologik primer yang merupakan endartitis fokal. Inflamasi terbentuk sekitar pembuluh darah yang terserang, lumen mengalami obliterasi, dan menyembuh dengan banyak fibrosis. Reaksi granulomatosa sering ditemukan pada sifilis sekunder dan lanjut. Respon penderita terhadap infeksi berupa antibodi yang banyak (Brown dan Frank, 2003)

Gejala dan Tanda

Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ tubuh yang berbeda-beda pula.

Stadium awal: Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum. Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi (Brown dan Frank, 2003).

Stadium sekunder: Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II. Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh. Juga dapat disertai demam ringan, sakit kepala, malaise, limfadenopati menyeluruh, dan ruam mukokutan. Hepatitis mungkin terjadi; kondiloma lata mungkin timbul pada tempat yang lembab dan hangat seperti pada perineum; kira-kira 30% penderita menunjukkan bercak pada mukosa, berupa membran putih kelabu, berbentuk oval dan agak menonjol pada mulut, atau lidah yang seperti kondilomata, sangat menular (Brown dan Frank, 2003).

Stadium laten: setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten, dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini dapat berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius kembali muncul (Brown dan Frank, 2003).

Stadium III: Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru, testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri. Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis (pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah 10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut) (Brown dan Frank, 2003).

Sifilis kardiovaskuler

Terjadi insufisiensi aorta atau aneurisma aorta

Neurosifilis

Asimtomatik (tes serologik positif pada cairan serebrospinalis tanpa tanda-tanda dan gejala penyakit neurologik). Meningovaskular: meningitis aseptik akut atau subakut, tanda dan gejala trombosis kardiovaskular dan infark, kumpulan saraf kranial, dan mielitis transversa mungkin ditemukan. Tabes dorsalis penyakit degeneratif yang lambat tapi progresif menyerang kolumna posterior dan medula spinalis dengan akibat hilangnya refleks perifer, gangguan rasa getaran dan posisi, ataksia progresif; mungkin timbul sendi Charcot, melibatkan mata atrofi nervus optikus, dan pupil Argyll-Robertson mungkin ditemukan. Paresis umum: meningoensefalitis kronik dengan akibat hilangnya fungsi korteks yang progresif, mudah tersinggung, pelupa, gelisah, dan delusi dalam derajat yang bervariasi (Oswari, 1995).

Sifilis kongenital

Ibu dapat menularkan pada fetus, terutama pada kehamilan yang terjadi dalam 5 tahun sejak permulaan infeksi. Infeksi maternal yang tidak diobati mungkin menyebabkan lahir mati, kematian neonatus, prematuritas, atau sindrom sifilis kongenital dini atau lanjut pada bayi-bayi yang bertahan hidup (Oswari, 1995).

Pemeriksaan Khusus

Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer, dan menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya VDRL (Venereal Disease Research Laboratory), RPR (Rapid Plasma Reagin), dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan TPI (Imobilisasi T. Pallidum). Selain itu, dapat juga digunakan tes Fluorescent Treponemal Absorption Antibody (FTA-ABS) danMicrobernagglutination Assay for T. Pallidum (MHA-TR).Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih bermakna dalam membantu diagnosis (Brown dan Frank, 2003).

1. Tes RPR

Sampel: darah dan serum

Dasar: mencari antibodi nonspesifik di dalam darah pasien yang dicurigai mengandung T. Pallidum yang menyebabkan sifilis dengan bantuan partikel karbon. Antibodi yang diteliti merupakan antibodi yang melawan substansi atau bahan yang dilepaskan oleh sel yang rusak oleh bakteri T. Pallidum (Brown dan Frank, 2003).

2. Tes VDRL

Sampel: darah dan cairan serebrospinal

Dasar: adanya antibodi yang dihasilkan oleh tubuh penderita positif sifilis bereaksi dengan ekstrak difosfatidil gliserol, sehingga memunculkan antibodi antikardiolipin (IgG, IgM) (Brown dan Frank, 2003).

Hasil positif palsu pada VDRL seperti infeksi virus (mononukleosis, hepatitis), pengaruh obat-obatan, kehamilan, demam rematik, artritis reumatoid, lupus, dan lepra.

3. Uji Wasserman

Sampel: darah dan cairan serebrospinal

Dasar: reaksi sampel dengan antigen cardiolipin yang diekstrak dari otot jantung sapi. Antibodi sifilis akan bereaksi dengan lipid sehingga akan memunculkan reaksi Wasserman dari antifosfolipid antibodi (APA). Hasil positif palsu tampak pada malaria dan tuberculosis (Brown dan Frank, 2003)

4. Tes FTA-Abs

Sampel: darah dan cairan serebrospinal

Dasar: ikatan antibodi serum pasien terhadap Treponema yang tampak dalam kaca mikroskop. FTA-Abs merupakan pemeriksaan paling spesifik untuk sifilis. Anti-human immonuglobulin berupa fluorescen isothiocyanate (FITC) ditambahkan dalam penampang dan dikombinasikan dengan antinodi pasien yang terikat pada substrat T. Pallidum. Anti-human immunoglobulin tersebut akan bereaksi dengan antibodi yang terdapat pada serum positif, dan hasil positif akan tampak pada visualisasi menggunakan mikroskop floresensi. Intensitas warna dinilai dalam skala dari negatif (tanpa fluorescen), 1+ hingga 4+. Jika hasil fluoresensi 1+, maka pemeriksaan harus diulang (Brown dan Frank, 2003)

Positif palsu akut (kurang dari 6 bulan) berhubungan dengan keadaan demam dan imunisasi. Positif palsu kronik berhubungan dengan berbagai kondisi gangguan autoimun seperti systemic lupus erythematous, penggunaan obat-obatan intravena, penyakit hepar kronik, dan infeksi.

Pengobatan

Sifilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun), obat pilihan adalah penicillin G Benzathine 2,4 juta unit IM satu kali; atau penicillin G Procain, 600.000 unit IM tiap hari selama 8 hari.

Sifilis laten lanjut (lamanya lebih dari 1 tahun) dan sifilis kardiovaskular, obat pilihan adalah penicillin G procain, 600.000 unit tiap hari selama 15 hari, atau penicillin G Benzathine, 2,4 juta unit IM tiap minggu selama 3 minggu.

Neurosifilis, menggunakan penicillin G crystalline, 2,4 juta unit IV tiap 4 jam selama 10 hari; atau penicillin G Procain, 1,2 juta unit IM tiap hari selama 15 hari.

Untuk sifilis kongenital dengan cairan serebrospinalis normal: penicillin G benzathine, 5000 unit/kg IM diberikan sekali; bila cairan serebrospinalis abnornal, penicillin G crystalline, 25.000 unit/kg IM atau IV 2 kali sehari untuk paling sedikit 10 hari; atau penicillin G procain, 50.000 unit/kg IM satu kali sehari paling sedikit 10 hari

Penderita yang sensitif terhadap penicillin, untuk semua jenis: tetracycline 500 mg peroral 4 kali sehari selama 15 hari; atau erythromycin, 500 mg 4 kali sehari peroral untuk 15 hari, merupakan terapi pengganti yang adekuat (Brown dan Frank, 2003).

Referensi- sengaja tidak dicantumkan.

0 komentar: